LISTINGNUSANRATA.COM,- Pemerintah memutuskan untuk memberlakukan secara terbatas pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diperpanjang hingga 2 Agustus.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan semua aturan pembelajaran tatap muka diatur dalam SKB (surat keputusan bersama) empat menteri dan lebih mengedepankan kehati-hatian dan kesehatan semua insan pendidikan.
Dalam SKB tersebut menyatakan pada tahun ajaran baru 2021-2022 yakni Juli, sekolah diberikan opsi untuk melaksanakan PTM terbatas untuk menghindari dampak-dampak negatif berkelanjutan pada peserta didik.
“Tapi pembelajaran akan berlangsung secara dinamis dan menyesuaikan risiko kesehatan yang berlangsung, yakni kalau PPKM baik PPKM Mikro atau Darurat harus ada modifikasi. Harus ada perubahan yang terjadi,” kata Nadiem, dalam CNBC Indonesia Economic Update: Kebangkitan Ekonomi Indonesia, dikutip Minggu (1/8/2021).
Pernyataan Nadiem tersebut sekaligus memberikan respon terhadap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah berjanji akan membuka secara bertahap PPKM pada 26 Juli dengan catatan kasus Covid-19 menurun. Namun, sayangnya pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PPKM Level 4.
Adanya PPKM Darurat membuat tujuh provinsi wajib melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Di antaranya DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Daerah-daerah ini tidak diperkenankan melakukan pembelajaran tatap muka terbatas hingga PPKM Darurat berakhir.
“Satuan pendidikan di luar tujuh provinsi tersebut bisa memberikan opsi tatap muka terbatas sesuai SKB yang sudah ditentukan,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menyampaikan orang tua wali di luar wilayah ini memiliki kewenangan penuh untuk memberikan izin pada anaknya untuk memilih apakah PTM Terbatas atau PJJ.
Menurutnya hanya di tujuh provinsi ini yang belum diperkenankan tatap muka. Sebelumnya Nadiem menyampaikan alasan sekolah tatap muka terbatas harus dibuka. Ini karena lamanya melakukan PJJ memberikan dampak negatif pada anak.
Anak-anak mengalami kebosanan di dalam rumah, jenuh dengan begitu banyaknya video conference yang mereka lakukan di rumah.
Tidak hanya itu, kondisi belajar yang tidak dinamis, kesepian, dan siswa mengalami depresi karena tidak bertemu dengan teman-teman dan gurunya. Bahkan, permasalahan domestik mulai dari stres yang disebabkan terlalu banyak berinteraksi di rumah dan kurang keluar rumah.
“Infrastruktur dan teknologi juga tidak memadai. Ini jelas PJJ ini sudah terlalu lama dan kita tidak bisa tunggu lagi dan mengorbankan kesehatan dan mental dari murid-murid kita,” ungkapnya beberapa waktu lalu.(*)