LISTINGNUSANTARA.COM, JAKARTA– Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengungkapkan kebijakan pemerintah yang mensyaratkan sertifikat vaksinasi Covid-19 sebagai ‘screening’ pelayanan publik merupakan tindakan diskriminatif.
Kebijakan ini juga tidak otomatis mempercepat program vaksinasi dan tidak bisa menjadi alat penapisan atau 3T.
“Pertama, terkait dengan kebijakan sertifikasi vaksin dalam pelayanan publik pada prinsipnya tidak boleh mengabaikan asa non diskrimintatif dalam pemberian layanan. Penambahan persayaratan terhadap syarat baru dalam sebuah layanan harus diawali dengan penyediaan prasyarat tersebut secara transparan dan akutanbel,” kata Teguh, Selasa 3/8/2021 di awak media
“Terkait dengan syarat vaksinasi untuk mendapatkan pelayanan publik atau memperoleh akses terhadap layanan publik kalau dilihat dari kacamata UU pelayanan publik, jelas tindakan diskrimintaif,” jelas Teguh.
Kebijakan itu akan menjadi tidak diskriminatif bila pemerintah daerah menyediakan vaksinasi Covid-19 di lokasi pelayanan publik tersebut.
“Sehingga warga yang belum vaksin bisa melakukan vaksinasi di sana, dan jika menolak mendapat vaksin, maka bisa diberlakukan diskriminasi positif berupa tidak diberikannya layanan publik bagi yang bersangkutan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas,” tegasnya.
Sebelumnya, beredar info bahwa untuk mengakses layanan publik seperti membuat KTP, warga harus memiliki sertifikat vaksin. Namun, kemudian pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri membantah hal tersebut. Syarat membuat KTP tidak bertambah dan masih tetap.
Namun demikian, Pemprov DKI Jakarta telah menjadikan serifikat vaksin sebagai syarat untuk membuka kegiatan usaha seperti restoran, kafe, warung makan serta kegiatan seperti akad nikah di gedung.Pengunjung dan karyawan restoran harus sudah divaksin. Begitu juga karyawan gedung yang digunakan untuk akad nikah beserta para partisipan dalam acara akad nikah maupun pemberkatan harus sudah divaksin.(*)